Monday, June 14, 2010

BERHENTI BERMIMPI

Hans Babblinger dari Ulm di Jerman ingin terbang. Ia ingin melepaskan diri dari daya tarik bumi. Ia ingin terbang menjulang tinggi seperti buurung.

Masalahnya, ia hidup di awal abad ke-16. Belum ada kapal terbang, tidak ada helicopter, tidak ada mesin terbang. Ia seorang pemimpi yang lahir terlalu cepat.

Akan tetapi, Hans Babblinger meniti karier dengan membantu orang mengatasi hal yang mustahil. Ia membuat anggota badan palsu. Pada zamannya, amputasi merupakan pengobatan yang biasa untuk berbagai penyakit dan luka, sehingga ia selalu sibuk.

Bibblinger ingin melakukan hal yang sama bagi dirinya sendiri. Setelah beberapa waktu berlalu, ia mnggunakan keterampilannya untuk membuat sepasang sayap. Segera tiba waktunya untuk mencoba sayap itu danmengetes sayap-sayapnya di bukit-bukit Alpen Bavaria. Pilihan baik. Pilihan yang membawa untung. Arus udara yang naik merupakan hal yang biasa di daerah itu. Pada suatu hari bersejarah dengan teman-temannya menonton dan bersinar cerah, ia melompat dan melayang ke bawah dengan aman. Hatinya berdebar-debar. Teman-temannya menepuk tangan.

Raja akan datang ke Ulm dan Uskup serta para warga kota ingin mempesona sang raja. Terbetik berita tentang percobaan terbang Hans, jadi mereka meminta mereka untuk terbang di hadapan raja. Hans setuju.

Namun mereka ingin satu perubahan. Mengingat akan banyak penonton dan bukit-bukit itu sulit didaki, dapatkah hans memilih tempat di dataran rendah untuk terbang?

Hans memilih daaerah perbukitan dekat sungai donau. Daerah itu lebar dan datar dan sungai itu cukup jauh di bawah. Ia akan melompat dari pinggir bukit dan melayang ke bawah menuju sungai.

Pilihan yang salah. Di bukit-bukit itu tidakterdapat arus angin yang cukup kuat. Maka di depan raja dan pegawai-pegaeai istana, dan separuh desa, Hans melompat dan seperti batu jatuh langsung ke dalam sungai. Raja kecewa dan sang Uskup malu setengah mati.

Coba tebak apa yang dikatakan sang Uskup dalam khotbahnya Minggu itu! “MANUSIA MEMANG TIDAK DITAKDIRKAN UNTUK TERBANG.” Hans percaya dan terbelenggu oleh mimbar, ia menyimpan sayap-sayapnya dan tidak lagi mencoba terbang. Tidak lama kemudian ia meninggal, dicengkeram daya tarik bumi, dikuburkan dengan impiannya.

Sadar atau tidak, terkadang kata-kata kita telah menjadi batu sandungan, melemahkan, dan mengubur impian orang lain. Mengatakan kepada mereka apa yang tak dapat mereka lakukan. Hal seperti itu telah dilakukan banyak orang sejak zaman Kristus, zanam Hans Babblinger hingga hari ini dan Allah tak akan senang kalau ada yang mencoba menghalangi orang untuk terbang.

TUHAN bergembira ketika menyaksikan Hans Bibblinger terbang. TUHAN sbergembira ketika kita bermimpi. TUHAN bersukaria dengan sesuatu yang baru dan melihat umat-Nya melakukan hal-hal yang menurut orang lain tidak mungkin.

Jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Memberi sayap kepada orang lain membebaskan orang lain

No comments: