Saturday, January 29, 2011

LATIMOJONG; THE BIG MOUNTAIN OF CELEBES


RANTE MARIO -  LATIMOJONG
Type: Jungle Trekking
Grade: Moderate


Latimojong merupakan pegunungan dengan tipe non-volcano yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Latimojong membentang 55 km dari arah Utara ke Selatan dan 35 km dari arah Barat ke Timur dalam enam kabupaten yaitu: Toraja Utara, Tana Toraja, Enrekang,  Sidenreng Rappang, dan Luwu dengan letak geografis ***********BT-LS. Pegunungan dengan luas **************  ini membuatnya dijuluki “Big Mountain”. Suhu rata-rata berkisar  ************** ˚C dan curah hujan rata-rata 94,6 mm/tahun. Ketinggian rata-rata pegunungan Latimojong adalah 2.545 mdpl dengan puncak tertinggi, Rante Mario, 3.478 mdpl (11,411 ft) yang juga merupakan titik tertinggi Pulau Sulawesi. Puncak pegunungan Latimojong antara lain:

No.
Puncak
Ketinggian
(mdpl)
Lokasi Geografis
Lokasi Administratif
1.
Rante Mario
3.478
S03°2301E 120°01’30’’
Enrekang
2.
Bubun Dirangkang
3.397
S 03°24'35" E 120°02'24’’
Enrekang
3.
Latimojong/Tomaupa’
3.040
S 03°26'439" E 119°55'17’’
Luwu
4.
Nene’ Mori
5.
Botto Paloe
6.
Pokapinjan
2.970
S 03°22'38" E 119°59'37’’
Enrekang
7.
Pantara Siruk
2.930
8.
Arruan
3.027
9.
Pipingpanah
2.835
S 03°30'21" E 120°06'35’’
10.
Batu Ketangke
2.830
11.
Batu Maitan
12.
Sumbolong
13
Botto Tallu
3.086
S 03°31'20" E 120°04'15’’
14.
Pasa’ Bombo
2.965
15.
Tilabang
Enrekang
16.
Bajaja
2.706
S 03°26'17" E 120°05'13’’
Enrekang
17.
Pantialloan
2.699
S 03°23'41" E 119°58'52’’
Enrekang
18.
Lariu
2.700
19.
Serang Langkan
2.149
S 03°19'33" E 119°59'05’’
20.
Rante Kambola
3.455
S 03°21'06" E 120°02'37’’
Enrekang
21.
Passaparan
Luwu
22.
Sikolong
2.754
S 03°19'50" E 120°02'03’’
23.
Lapande’
2.457
S 03°17'25" E 120°01'30’’
24.
Potok Sia
25.
Sinaji
1.980
S 03°14'57" E 119°58'52’’
Tana Toraja
26.
Katapu
2.130
S 03°23'07" E 120°06'46’’
Enrekang
27.
Kapuranpanggan
Enrekang
28.
Potok Ullin
Enrekang
29.
Palangka
2469
S 03°29'00" E 120°04'00’’
Enrekang
30.
Kanjilo
1.236
S 03°16'31" E 119°57'24’’
Tana Toraja
 

Dari segi keanekaragaman hayati, Pegunungan Latimojong merupakan habitat Anoa, hewan endemik Pulau Sulawesi yang dijadikan fauna identitas Provinsi Sulawesi Tengah. Terdapat dua species anoa yaitu;

1.         Anoa Pegunungan (Bubalus Quarlesi)

2.       Anoa dataran rendah (Bubalus Depressicornis)


Meskipun telah dilindungi, Anoa kian terancam punah karena hingga kini aktivitas perburuan untuk mendapatkan daging, kulit dan tanduknya masih terus berlangsung. Hewan ini hampir tidak pernah lagi dijumpai pada saat pendakian kecuali bekas berupa sarang dan kotoran. Saat ini Anoa yang hidup di alam liar diperkirakan tersisa kurang dari 5000 ekor. Sejak tahun 1986, IUCN Redlist mengkategorikan anoa sebagai binatang dengan status konservasi “EN” (endangered; terancam punah) atau tiga tingkat di bawah status “punah”.


Foto:  Anoa hasil buruan warga kaki gunung Latimojong Juli 2015. Sumber: https://www.facebook.com/profile.php?id=100005126138629&sk=photos&collection_token=100005126138629%3A2305272732%3A69&set=a.452184621629072.1073741847.100005126138629&type=3


Fauna yang masih sering dijumpai bila mendaki wilayah pegunungan Latimojong adalah tupai, burung anis, babi hutan, kipasan Sulawesi, berbagai jenis elang, burung hantu dll.

Vegetasi pegunungan Latimojong antara lain; pinus, pakis, podocarpos (konifer asli), arega sp., pohon mapel (acercaesicum), rotan, paku tiang, paku besar, lantana camara verb, tahi angin (usnea/lumut kerak/lychenes), azalea (rhododendron), arbei (morus alba), gaultheria celebica, gaultheria viridifloria, buni (diplycosi/berbau seperti gandapura), lumut aerobryum, edelweis (andaphaus javanicum) dan lain-lain.

Penelitian batuan metamorf di Pegunungan Latimojong, Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa Formasi Latimojong berasal dari batuan silisikiastik berselingan dengan sedimen karbonat dan endapan volkanik suatu cekungan dangkal busur muka yang diintrusi oleh batuan beku kalk alkali dan toleit berkomposisi basa hingga asam. Proses metamorfosa berlangsung pada derajat sangat rendah hingga menengah. Batuan tersebut terimbrikasikan bersama serpentinit, rijang dan metabasit suatu busur kepulauan dan mengindikasikan lingkungan komplek akresi.

Setidaknya tiga tahapan deformasi berpengaruh terhadap batuan tersebut. Deformasi awal menghasilkan himpunan mineral yang pada batuan meta sedimen, sejajar dengan pola perlapisan, dimulai Bari fasies zeolit, aktinolit-pumpelyit hingga sekishijau. Kemudian terlipatan dan beberapa berkemkeng menjadi awal fasies amfibolit. Di pihak lain metabasit memperlihatkan perbedaan, dipengaruhi tekanan yang lebih tinggi, dalam fasies sekishijau glaukofanitik. Deformasi ekstensional merupakan episode terakhir, diikuti pengendapan hidrotermal sebagai urut-urat.

Data geolimia batuan beku yang termetamorfosakan memperlihatkan himpunan batuan tepi kontinen aktif terakresikan bersama batuan produk suatu busur kepulauan. Hal tersebut mendukung suatu penafsiran bahwa terjadi busur kepulauan mendahului kolisinya dengan tepi Sundaland. (Sumber: http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-jokosoesil-26979 - http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?p=show_detail&id=1010)

RANTE MARIO, PUNCAK TERTINGGI PEGUNUNGAN LATIMOJONG

Puncak Rantemario adalah puncak tertinggi pegunungan Latimojong dan puncak yang paling sering didaki. Rante Mario oleh penduduk sekitar (Toraja- Duri) lebih dikenal dengan nama Batu Bolong (Batu Hitam) dapat dicapai melalui 5 jalur; Karangan, Angin-angin dan Bone-Bone (Kec. Buntu Batu, Kab. Enrekang) Uluway (Kec. Mengkendek, Kab. Tana Toraja) serta Tibussan (Kec. Latimojong Kab. Luwu). Di sini, hanya akan dibahas jalur pendakian melalui Karangan yang merupakan jalur umum/resmi atau jalur yang paling sering dilalui.

Karangan adalah dusun di kaki Pegunungan Latimojong yang merupakan satu dari empat dusun (selain Rantelemo, Angin-angin, dan Wai-wai) dalam Desa Latimojong, Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang. Dusun ini merupakan perkampungan terakhir sekaligus menjadi tempat para pendaki melapor kepada kepala dusun setempat.



CARA MENCAPAI LOKASI
Dari Makassar, Anda dapat langsung mencari mini bus di Terminal Dayak dengan tujuan Baraka, Enrekang. Perjalanan ini memakan waktu 7 jam. Di Baraka (S30 24’ 13.8” E1190 51’ 12.4”) terdapat pasar tradisional dimana Anda dapat menambah keperluan logistik terutama sayuran. Truk/Jeep angkutan menuju Karangan terletak di ujung Timur pasar. Dari jalan poros Cakke-Baraka turun ke bawah hingga ujung pasar.

Dari Baraka, perjalanan dilanjutkan ke Karangan atau Rantelemo dengan menggunakan Truk atau Jeep. Angkutan ini hanya masuk setiap hari pasar Baraka, yaitu hari Senin dan Kamis. Kondisi jalan yang berlumpur terkadang membuat kendaraan tidak dapat menjangkau Rantelemo (S30 25’ 59.1” E1190 58’ 08.4”) dan hanya sampai Buntudea. Di tempat ini jalur terbagi menjadi dua yaitu jalur Angin-angin dan jalur Rante Lemo.

Foto: Kampung Pasongken, jalur menuju Rante Lemo 2012.  © @CAREFAUNHAS


Jalur Angin-angin merupakan jalur yang lebih dekat namun langsung menajak sejauh  2km (  1 jam perjalanan) dan kemudian relatif landai dan menurun menuju Karangan (S30 25’ 14.1” E1190 59’ 14.7” ± 1466 mdpl). Jalur Rantelemo relatif menanjak hingga 40˚. Dari Angin-angin, pendakian juga bisa dilanjutkan langsung menuju Rante Mario tanpa melalui Karangan. Jalur Angin-angin yang lebih sulit dari jalur Karangan membuat jalur ini terkenal dengan nama "Jalur Merah" di kalangan pendaki.


Informasi Trayek Perjalanan Makassar-Rante Lemo (Agustus 2015)
Trayek
Keterangan
Waktu
Biaya (Rp)
Makassar-Baraka
Minibus
 7 jam
100.000
Baraka-Buntudea
Truk/Jeep
 2 jam
30.000
Baraka-Rante Lemo
Truk/Jeep
 2 ,5 jam
30.000
Baraka-Karangan
Truk/Jeep
 3 jam
35.000
*Karangan juga dapat langsung diakses dari Cakke’ (Trans Sulawesi/Makassar Toraja) atau Baraka dengan menggunakan motor/ojeg. Musim juga kadang mempengaruhi waktu tempuh.


JALUR PENDAKIAN
Dari Karangan, jalur pendakian Rante Mario terdiri dari 7 pos dengan waktu tempuh secara akumulatif    13 jam (tidak termasuk istirahat dan camp/menginap).

Karangan (S30 25’ 14.1” E1190 59’ 14.7” ± 1466 mdpl)
Karangan merupakan satu dari empat dusun (selain Rantelemo, Angin-angin, dan Wai-wai) dalam Desa Latimojong, Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang. Dusun ini merupakan perkampungan terakhir sekaligus menjadi tempat para pendaki melaporkan aktivitas pendakian kepada Kepala Dusun setempat. Rumah kepala dusun terdapat di belakang masjid dusun (2015). Dibutuhkan waktu 2 jam berjalan kaki dari Buntudea melalui jalur Angin-angin atau 2,5 jam melalui Rante Lemo untuk mencapai Karangan. Mata pencaharian penduduk sebagian besar bertani kopi, bawang merah, bawang prey dan jagung. Suguhan kopi jenis arabica akan langsung tersaji jika Anda tiba di dusun ini. Pembangkit listrik berupa turbin (tenaga air) sudah terdapat di sini, namun kurangnya fasilitas MCK menjadi satu hal yang paling banyak dikeluhkan para pendaki. 

Foto: Dusun Karangan. ©  @CAREFAUNHAS 2012

Pos 1 - Buntu Kaciling (S30 24’ 51.6” E1190 59’ 52.6” ±1800 mdpl)
Dari Dusun Karangan, Pos 1 ditempuh dengan waktu  1 jam melalui perkebunan kopi. Perhatikan tanda jalur/stringline yang banyak terpasang mengingat banyak percabangan jalur kebun, penebang kayu dan pemburu. Jalur ini masih banyak sumber air, ada tiga sungai kecil  di sepanjang jalur. Selain perkebunan kopi, vegetasi jalur ini juga didominasi oleh tumbuhan paku. Edelweiss juga sangat sering dijumpai. Pos 1 merupakan batas perkebunan penduduk dengan hutan. Sebaiknya meminta informasi warga sebelum berangkat dari Karangan, terdapat percabangan sebelum Pos 1 dimana jalur kanan adalah jalur Nene' Mori.

Foto:  Pos 1 – Buntu Kaciling.  © @CAREFAUNHAS 2012

Pos 2 - Sarang Pa’pak (S30 24’ 36.8” E1200 00’ 24.9” ±1856 mdpl)
Waktu tempuh dari pos 1 ke pos 2 adalah  1 jam 45 menit dengan jalur yang bervariasi. Jalur  menanjak dari pos 1 dengan waktu tempuh sekitar setengah jam. Mendekati Pos 2 jalur menurun dan melipir karena Pos 2 berada di lembah dan pinggir sungai. Letaknya yang berada di tepi aliran sungai yang cukup deras membuat pos 2 sering dijadikan lokasi camp. Terdapat areal datar di bawah batu yang dapat menampung 2 buah tenda dan areal datar di atasnya dapat menampung 1 buah tenda. Di pos ini juga merupakan tempat dimana para pendaki membuat gelang dari rotan. Potongan rotan banyak terdapat di sini. Disarankan Anda menambah dan menghemat persediaan air karena Anda tidaka akan menemukan sumber air hingga pos 5.

Foto:  © PMK FH-UH dan Mahasiswa Teknik Sipil Unhas @Pos 2 Rante Mario 2015. ©  PMK FH-UH 2015

Pos 3 - Lantang Nase (S30 24’ 27.1” E1200 00’ 28.0” ±1940 mdpl)
Jalur menuju pos ini merupakan jalur tersulit. Dari pos 2, jalur langsung menanjak dengan kemiringan hingga >80˚ dengan medan bebatuan yang licin mengajak untuk sedikit merayap (scrambling). Selain rotan yang terpasang di beberapa lokasi sulit, akar melintang yang bermunculan dapat dijadikan pegangan. Banyak terdapat anggrek, bunga berdoa dan kantong semar (nephentes) di jalur menuju pos ini, pacet juga akan semakin mulai sering dijumpai. Dibutuhkan waktu tempuh    2 jam dari pos 2 untuk mencapai pos ini.
 
Pos 4 - Buntu Lebu (S30 24’ 18.6” E1200 00’ 42.8” ±2140 mdpl)
Waktu tempuh    1 jam dari pos 3 dengan jalur pendakian didominasi tanjakan dengan kemiringan 60˚ hingga 80˚ dengan sesekali bonus. Mendekati pos 4, vegetasi mulai merapat. Rotan yang banyak tumbuh mungkin akan merobek rain cover Anda. Pos 4 adalah arean datar yang apat menampung 3 buah tenda. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pos ini adalah sekitar 45 menit.

Pos 5 - Salo Tama (S30 24’ 04.2” E1200 01’ 09.3” ±2605 mdpl)
Pos ini merupakan pos dengan area terluas yang dapat menampung sekitar 10 tenda. Terdapat sumber air sekitar 150 meter di sisi kiri jalur menuruni lembah. Karena cukup terbuka, puncak Nene’ Mori, Bubun Dirangkang, Kapurampanggan, dan Potok Ullin dapat terlihat jelas dari sini jika cuaca cerah.

Pos 6 (S30 23’ 58.4” E1200 01’ 23.6” ±2844 mdpl)
Menuju pos 6, vegetasi mulai didominasi oleh pohon cantingi dengan balutan tahi angin (unsea sp). Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai pos yang yang tidak terlalu luas ini. Jika cuaca cerah, jejeran puncak-puncak pegunungan Latimojong akan terlihat jelas. Puncak Rante Mario juga bisa terlihat.

Pos 7 Kolong Buntu (S30 23’ 41.4” E1200 01’ 38.8” ±3100 mdpl)
Jalur menuju pos 7 masih didominasi canting namun kerapatannya mulai berkurang. Berbeda dengan  pos sebelumnya, tahi angin yang membalut cantingi disini berwarna hitam. Pos tujuh adalah areal terbuka yang cukup luas dan dapat menampung 3 tenda. Sungai kecil dengan air yang sangat jernih mengalir sekitar 15 meter dari pos. Terdapat daerah datar di sisi/pinggir sungai. Usahakan jangan memasang tenda di pinggir sungai terutama pada musim hujan karena debit air akan bertambah. Dibutuhkan waktu 1 jam 30 menit dari pos 6 untuk mencapai pos ini.
 
Foto: Pos 7 © PMK FH-UH

Telaga
Dari pos 7, jalur langsung menanjak mencapai 850 sekemudian relatif datar hingga telaga. Sebelum mencapai telaga terdapat percabangan, ambil jalur kiri karena jalur kanan adalah jalur menuju tiang/antena komunikasi TNI yang tidak berfungsi lagi (akan terlihat dari pos 7 dan telaga).  Telaga adalah daerah datar terbuka yang cukup luas, telaga ini merupakan telaga musiman yang hanya akan terisi saat hujan. Anda harus membawa air dari pos 7 jika ingin camp disini saat musim kemarau. Setelah mencapai tempat ini, jalur terbagi menjadi 3. Jalur ke kiri menuju puncak Rantemario, ke kanan 30° menuju puncak Nenemori dan kanan 90° adalah jalur Tibussan (Luwu). Waktu tempuh dari pos 7 sekitar 15 menit.

Foto: Telaga 2015. © PMK FH-UH

Puncak (S30 23’ 05.8” E1200 01’ 27.5” ±3478 mdpl)
Setelah telaga, jalur akan kembali terbagi menjadi 2, jalur ke kiri adalah jalur normal sedangkan jalur kanan dalah jalur memotong yang bertemu sebelum puncak. Jalur didominasi rute datar dan sesekali tanjakan yang cukup licin terutama saat hujan. Puncak Rantemario ditandai dengan triangulasi dari beton setinggi 1,5 meter yang dibangun oleh Mapala Universitas 45 Makassar pada tahun 1993.



Foto: Puncak Rante Mario 3478 MDPL - 2015. © @CRF118


 Informasi Rute Pendakian
Rute
Waktu Tempuh
Ketinggian
Letak Geografis
Buntudea-Angin-angin
 1 jam
  mdpl

Angin-angin-Karangan
 1 jam 30 menit
 1.466 mdpl
S30 25’ 14.1” E1190 59’ 14.7”
Buntudea-Rantelemo
 1 jam
 mdpl
S30 25’ 59.1” E1190 58’ 08.4”
Rantelemo-Karangan
 2 jam 30 menit
 1.466 mdpl
S30 25’ 14.1” E1190 59’ 14.7”
Karangan-Pos 1
 1 jam 30 menit
 1.800 mdpl
S30 24’ 51.6” E1190 59’ 52.6”
Pos 1-Pos2*
 1 jam 45 menit
 1.856 mdpl
S30 24’ 36.8” E1200 00’ 24.9”
Pos 2-Pos 3
 1 jam 15 menit
 1.940mdpl
S30 24’ 27.1” E1200 00’ 28.0”
Pos 3-Pos 4
1 jam 30 menit
 2.140 mdpl
S30 24’ 18.6” E1200 00’ 42.8”
Pos 4-Pos 5*
  1 jam 45 menit
 2.605 mdpl
S30 24’ 04.2” E1200 01’ 09.3”
Pos 5-Pos 6
 45 menit
 2.844 mdpl
S30 23’ 58.4” E1200 01’ 23.6”
Pos 6-Pos 7*
1 jam 45 menit
 3.100 mdpl
S30 23’ 41.4” E1200 01’ 38.8”
Pos 7-Puncak
 1 jam 30 menit
 3.478 mdpl
S30 23’ 05.8” E1200 01’ 27.5”
*Pos dengan sumber air (2, 5 dan 7). Waktu tempuh tidak termasuk istirahat/camp


CERITA DAN LEGENDA MASYARAKAT
Batu Bolong
Beredar cerita di masyarakat Duri bahwa pada awalnya kawasan puncak Rante Mario merupakan batuan  emas yang menyilaukan. Aktivitas warga dan pendatang yang mengambil bongkahan emas dikawatirkan warga akan merusak kawasan Rante Mario. Penduduk desa pun berusaha mencari solusi untuk mengatasi hal itu. Akhirnya diputuskan untuk untuk mewarnai daerah berbatu itu dengan warna hitam. Konon warna hitam yang digunakan adalah jelaga dan kerak hitam pada belanga serta peralatan masak lainnya. Sejak itu Rante Mario kemudian dikenal masyarakat dengan nama Batu Bolong (Batu Hitam). Batu Bolong adalah bongkahan batu seluas 3X7 m dan tinggi sekitar 4 meter berada sekitar 15 menit dari puncak Rante Mario menuju jalur Palangka/Rantekambola.

Gelang Rotan
Desa Latimojong didiami oleh masyarakat Duri yang merupakan penduduk mayoritas Enrekang bagian Utara (Tallu Batu Papan). Bahasa yang digunakan hampir sama dengan bahasa Toraja, suku yang mendiami sisi Utara pegunungan Latimojong (sebagian masyarakat Duri masih mengakui bagian dari suku Toraja). Masyarakat Duri meyakini nenek moyang mereka berasal dari Pegunungan Latimojong yang dalam bahasa setempat disebut Batu Bolong (Batu Hitam).
Arwah leluhur dipercaya masih menjadi penunggu beberapa tempat di pegunungan ini. Kepercayaan inilah yang melatarbelakangi setiap pendatang yang akan mendaki gunung Latimojong disarankan untuk menggunakan gelang rotan. Rotan merupakan symbol nenek moyang masyarakat duri yang bernama Janggo’ Riri dan Nenek Menga. Gelang rotan menandakan orang tersebut bertamu dengan baik-baik. Dengan menggunakan gelang rotan, “tamu” Latimojong akan terlindung dari gangguan penunggu maupun makhluk halus dan dijauhkan dari malapetaka.

Burung dan Lebah
Masyarakat setempat juga mempercayai bahwa apabila pendaki/tamu Latimojong mendengar kicauan burung pada saat pendakian, itu berarti pertanda baik dan pendaki boleh melanjutkan perjalanan. Sebaliknya bila yang didengar adalah suara lebah, itu merupakan pertanda buruk yang berarti pendaki harus turun dan tidak melanjutkan pendakian.

TIPS PENDAKIAN
1.         Waktu terbaik pendakian adalah April hingga November.
2.    Sebaiknya datang di Baraka pada hari Senin atau Kamis mengingat angkutan reguler hanya ada pada hari tersebut.
3.    Logistik berupa sayur-sayuran dapat dibeli di pasar Baraka, daerah ini juga merupakan sentra sayur-mayur (kol, kentang, jagung, bawang merah, bawang prei, dll).
4.  Jika kendaraan hanya sampai di Buntudea, pilihlah jalur Angin-angin dan turun lewat Rantelemo ketika kembali.
5.       Laporkan aktivitas pendakian pada kepala dusun setempat (Dusun Karangan).
6.    Banyak terdapat pacet di daerah pegunungan Latimojong terutama pada musim hujan. Periksalah tubuh Anda saat beristirahat.

PERIZINAN
Untuk untuk mendaki gunung ini, pendaki duwajibkan melapor kepada Kepala Dusun Karangan (Ambe' Sinu) yang terletak di belakang masjid (data Agustus 2015) dan mengisi buku tamu. Berdasarkan Peraturan Desa Latimojong, setiap pendaki diwajibkan membayar biaya administrasi sebesar Rp. 5000. Jika anda membawa kendaraan, dikenakan biaya Rp. 5000,00 per kendaraan.

KEBERADAAN PORTER
Kepala dusun dan beberapa warga setempat dan anggota KPA sekitar kaki gunung biasanya bersedia mengantar para pendaki.

OBJEK/TEMPAT MENARIK TERDEKAT

1.           Bambapuang
2.         Tebing Mandu/Tontonan
3.         Situs pemakaman Potok Ullin
4.         Situs pemakaman Dea Kaju
5.         Situs pemakaman Lunjan
6.         Gunung Nona/Buntu Kabobong
7.         Toraja


REKOMENDASI SUMBER DATA DAN INFORMASI
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-jokosoesil-26979

"MOHON MAAF JIKA TERJADI KESALAHAN DATA DAN INFORMASI SILAKAHKAN KE KOLOM KOMENTAR"

No comments: